PROSES BERPIKIR MANUSIA DALAM MEMPEROLEH PENGETAHUAN

Proses berpikir manusia dalam memperoleh pengetahuan menurut Rummel (1958) terjadi dalam empat periode. Setiap satu periode bisa terjadi dalam kurun waktu yang sangat panjang. Keempat periode tersebut yaitu :

1.     Periode Mencoba-coba
Cara mencoba-coba ini merupakan metode berpikir yang dilakukan oleh orang-orang kuno. Pada periode ini pegetahuan manusia berkembang sangat lambat. Pengetahuan didapatkan manusia dengan cara trial and error, yakni dengan cara mencoba-coba. Cara ini dilakukan dengan cara yang tidak pasti (dalam bahasa sunda dikatakan dengan cara babaledogan). Oleh sebab itu kesimpulan pun tidak pasti juga. Kalau kita memiliki 50 anak kunci untuk membuka suatu ruangan, maka anak kunci tersebut dicobakan satu-satu, sampai ditemukan anak kunci yang pas. Kalaupun anak kunci yang pertama yang pas, itu bukan sebab proses berfikir, tetapi disebabkan itu faktor kebetulan sementara. Namun demikian, walaupun cara mencoba-coba merupakan cara manusia yang kuno dalam memperoleh pengetahuan, cara ini pun banyak dilakukan oleh orang modern sekarang ini, dan memang kita akui banyak pengetahuan manusia yang diperoleh dari hasil mencoba-coba.

2.     Periode Otoritas
Setelah begitu panjang periode mencoba-coba dilakukan manusia untuk memcahkan persoalan-persoalan tentang berbagai gejala alam, sampailah pada periode ‘kedua yakni periode otoritas (authority period)’. Pada periode ini, pengetahuan tidak lagi diperoleh hanya dengan mencoba-coba, akan tetapi disandarkan pada orang yang memegang otoritas seperti para raja dan ratu, para tokoh masyarakat, dan para tokoh agama. Apa yng dikatakan para pemegang otoritas adalah kebenaran yang tidak boleh dibantah. Orang awam tidak boleh meragikan kebenaran tersebut. Kalau saja membantah atau meragukan kebenaran pemegang otoritas, itu bisa dianggap sebagai suatu pembangkangan; dan setiap pembangkangan, dianggap melanggar hukum.
Dalam sejarah ilmu pengetahuan dicatat dengan tinta emas, bagaimana Copernicus, seorang Polandia harus mati ditiang gantungan gara-gara pendapatnya tidak sejalan dengan tokoh Gereja Jesuit pada waktu itu. Sesuai dengan kepercayaan kaum Gereja Jesuit percaya, bahwa pusat perputaran aalam raya adalah bumi; artinya bumi kita ini diam dan mataharilah yang mengelilingi bumi. Simpulan tersebut kemuduan dibantah oleh Copernicus soerang sarjana Polandia yang berpendapat justru matahari yang diam dan bumi kita yang mengelilinginya. Pendapat Copernicus tersebut memng berseberangan dengan keterangan dan kepercayaan kaum Gereja Jesuit; dan oleh karena Copernicus tidak mau mencabut keterangannya karena begitu kuat keyakinannya, maka akhirnya ia harus rela mati di tiang gantungan. Jadi begitu hebatnya pengaruh pemegang otoritas tentang pengetahuan manudia pada saat itu.

3.     Periode Argumentasi
Pada masa ini kebenaran tidak lagi dipegang secara otoritas, akan tetapi didasarkan pada para pemikir. Merekalah sumber pengetahuan manusia. Selain pemikir, mereka juga adalah para orator yang berupaya menyampaikan gagasan dan “kebenaran” hasil olah pikirnya. Di antara mereka, terjadi perdebatan dan beradu argumentasi. Orang awam hanya menyaksikan dan mengikuti jalan pikiran dan argumentasi mereka. Sesuatu itu dianggap benar, manakala pendapat mereka dianggap rasional sehingga banyak pengikutnya, walaupun sesuatu itu belum tentu benar. Dengan demikian, adakah simpulan yang memuaskan setiap orang/ Tidak. Ya, memang tidak. Sulit kebenaran itu diterima setiap orang, sebab kita tidak bisa membuktikannya. Kebenaran itu adalah milik mereka sendiri-sendiri.

4.     Periode Hipotesis dan Eksperimen
Pada masa argumentasi, tidak ada kebenaran mutlakyang dapat diterima setiap orang. Selanjutnya orang pun mulai ragu atas kebenaran yang didasarkan pada pemikiran orang teentu yang tidak bisa dibuktikan orang lain. Oleh karena itu, munculah periode baru yang disebut periode hipotesis dan eksperimen. Pada masa inilah kebenaran adalah milik semua orang, sebab setiap orang bisa membuktikannya. Periode inilah lahirnya metode berpikir ilmiah (scientific method), sebagai suatu babak baru setelah manusia memperoleh pengetahuan dengan ketidakpastian melewati dan mengarungi sejarah yang sangat panjang. Pada masa ini, manusia memperoleh pengetahuan yang didasarkan pada data secara empiris, sehingga bisa lebih dipercaya, karena adanya bukti yang dapat diindra dan dirasakan.

Demikianlah perjalanan sejarah panjang proses berpikir manusia untuk mencari dan mendapatkan pengetahuan dari mulai berpikir mencoba-coba yang serba kebetulan sampai berpikir menggunakan akalnya sendiri atau melalui proses pengalaman. Dari perjalanan sejarah berpikir itu, satu hal yang dapat kita catat, hingga manusia sampai pada puncak peradabannya seperti sekarang ini adalah adanya semangat berpikir yang tidak pernah putus-semangat berpikir yang tidak pernah padam, yang selalu hadir dalam jiwa manusia untuk mencari kebenaran; dan semangat berpikir itulah yang menjadi sumber kekuatan manusia untuk tetap maju menaklukan semua rintangan yang menghalanginya dalam mencapai kemenangan dan kebahagiaan.

referensi 
Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Komentar

Posting Komentar