AKSIOLOGI PENGETAHUAN


A.    Pengertian Aksiologi Pengetahuan

Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang ilmu”. Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat yang pada umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi meliputi nilai-nilai, parameter bagi apa yang disebut sebagai kebenaran atau kenyataan itu, sebagaimana kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan fisik materil dan kawasan simbolik yang masing-masing menunjukkan aspeknya sendiri. Lebih dari itu, aksiologi juga menunjukan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam praksis.
Untuk lebih mengetahui apa yang dimaksud dengan aksiologi pengetahuan ada beberapa pengertian menurut para ahli, sebagai berikut:
1.      Wibisono (dalam Surajiyo, 2009:152), aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
2.      Scheleer dan Langeveld (Wiramihardja, 2006: 155-157), memberi devinisi aksiologi sebagai berikut. Scheleer mengontrasikan aksiologi dengan praxeology, yaitu suatu teori dasar tentang tindakan tetapi lebih sering dikontraskan dengan deontology, yaitu suatu teori mengenai tindakan baik secara moral. Langeveld member pendapat bahwa aksiologi terdiri atas dua hal utama, yaitu etika dan estetika. Etika merupakan bagian filsafat nilai dan penilaian yang membicarakan perilaku orang, sedangkan estetika adalah bagian filsafat tentang nilai dan penilaian yang memandang karya manusia dari sudut indah dan jelek.
3.      Kattsoff (2004: 319), mendefinisikan aksiologi sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan.

 Aksiologi merupakan nilai kegunaan ilmu. Ilmu akan berguna bagi perkembangan peradaban manusia. Di dalam kehidupan, ilmu akan saling terkait dengan moral. Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran dan terlebih-lebih lagi untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Sejarah kemanusiaan dihiasi oleh semangat para martir yang rela mengorbankan nyawanya demi mempertahankan apa yang dianggap benar. Peradaban telah menyaksikan Sokrates dipaksa meminum racun dan John Huss dibakar. Sejarah tidak berhenti disini, kemanusiaan tidak pernah urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral ilmuan rawan sekali dalam melakukan prostitusi intelektual.
Seoramg ilmuan harus mempunyai tanggung jawab social. Bukan saja karena dia adalah warga masyarakat yang kepentingannya terlibat secara langsung di masyarakat, tetapi karena dia mempunyai fungsi tertentu dalam keberlangsungan hidup manusia. Sikap sosial seorang ilmuan adalah konsisten dengan proses penelaah keilmuan yang dilakukan. Sering dikatakan behwa ilmu itu bebas dari system nilai. Ilmu itu sendiri netral dan para imuanlah yang member nilai.
Dalam Encyslopedia of philosophy dijelaskan aksiologi disamakan dengan value dan valuation :
1.      Nilai digunakan sebagi kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakupi sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian.
2.      Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai. Ia sering dipakai untuk merujuk kepada seduatu yang bernilai, nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia.
3.      Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai.

B.     Fungsi Aksiologi Pengetahuan

Aksiologi ilmu pengetahuan aksiologi sebagai strategi untuk mengantisipasi perkembangan dan teknologi (IPTEK) tetap berjalan pada jalur kemanusiaan. Oleh karena itu daya kerja aksiologi antara lain :
1.      Menjaga dan memberi arah agar proses keilmuan menemukan kebenaran yang hakik.
2.      Dalam pemilihan objek penelaahan dapat dilakukan secara etis, tidak mengubah kodrat manusia, dan tidak merendahkan martabat manusia.

3.      Pengembangan ilmu pengetahuan diarahkan untuk dapat meningkatkan taraf hidup yang memperhatikan kodrat dan martabat manusia serta member keseimbangan alam lewat pemanfaatan ilmu.

C.    Permasalahan Aksiologi Pengetahuan

Permasalahan aksiologi meliputi :
1.      Sifat nilai
Sifat nilai atau paras nilai didukung olah pengertian tentang pemenuhan hasrat, kesenangan, kepuasan minat dan kemauan rasional yang murni. Dan segala pengalaman yang menunjang peningkatan nilai atau mutu kehidupan. Dengan kata lain, paras nilai adalah pertalian yang erat antara sesuatu sebagai sarana untuk menuju ke titik akhir atau untuk menuju kepada tercapainya hasil yang sebenarnya.

2.      Tipe nilai
Didalam tipe nilai ada 2 yaitu nilai intrinsik dan nilai instrumental. Nilai intrinsic adalah nilai yang terdapat pada diri sendiri sebagai martabat diri. Yang tergolong kedalam nilai intrinsik yaitu kebaikan dari segi moral, kecantikan, keindahan, kesucian, dan kemurnia. Nilai instrumental adalah nilai penunjang yang menyebabkan sesuatu memiliki nilai intrinsik. Penerapan tipe nilai tersebut dapat diarahkan untuk menilai pentas drama, karya seni, karya ilmiah. Sasaran penilai tersebut dapat diklasifikasikan menjadi “sangat baik”, “baik”, kurang baik”, dan sebagainya.

3.      Kriteria nilai
Kriteria nilai untuk menguji kadar nilai berdasarkan teori psikologi dan teori logika. Penganut aliran yang disebut naturalis beranggapan bahwa kelestarian hiduplah yang dapat dijadikan tolak ukur penilaian. Sedangkan John Dewey dan pengikutnya beranggapan bahwa keseimbanganlah yang dijadikan tolak ukurnya.

4.      Status metafisika nilai
Status metafisika nilai mempunyai nilai hubungan yang subjektif, objektif logis serta objektif metafisik.






D.    Objek Kajian Aksiologi Pengetahuan
Dalam aksiologi ada 2 penilaian yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika.
1.      Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat kebiasaan dimana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau alat evaluasi terhadap sesuatu yang telah dilakukan. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrotes dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan, dan sebagainya. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia lakukan.

2.      Estetika
Estetika adalah cabang ilmu yang membahas masalah kehidupan. Bagaimana keindahan dapat tercipta dan bagaimana orang bisa merasakannya dan memberi penilaian terhadat keindahan tersebut. Maka filsafat estetika akan selalu berkaitan dengan baik dan buruk, indah dan jelek. Bukan berbicara tentang salah dan benar seperti didalam epistomologi. Secara etimologi, estetika diambil dari bahasa Yunani, aisthetike yang berarti segala sesuatu yang dapat dicerna oleh indra.

E.     Pandangan Pokok Aksiologi Pengetahuan
Aksiologi dalam pandangan aliran filsafat dipengaruhi oleh cara pandang dan pemikiran filsafat yang dianut oleh masing-masing aliran filsafat, yakni :
1.       Pandangan Aksiologi Progresivisme
Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah William James (1842-1910)’, Hans Vahinger, Ferdinant Sciller, Georger Santayana, dan Jhon Dewey. Menurut progressivisme, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa. Dengan demikian, adanya pergaulan dalam masyarakat dapat menimbulkan nilai-nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, dan kecerdasan dari individu-individu. Dalam hubungan ini kecerdasan merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah factor yang dapat mempertahankan adanya hubungan antara manusia dan lingkungannya, baik yang terwujud sebagai lingkungan fisik maupun kebudayaan atau manusia.


2.       Pandangan Aksiologi Essensialisme
Tokoh yang berpengaruh dalam aliran ini adalah Desiderius Erasmus, John Amos Comenius (1592-1670), John Locke (1632-1704), John Hendrick Pestalalozzi (1746-1827),  John Frederich Frobel (1782-1852), Johann Fiedirich Herbanrth (1776-1841), dan William T. Horris (1835-1909). Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal dari pandangan-pandangan idealisme dan realisme karena aliran essensialisme terbina dari dua pandangan tersebut.
a.       Teori nilai menurut idealisme
Idealisme berpandangan bahwa hukum-hukum etika adalah hukum kosmos karena itu seseorang dikatakan baik, jika banyak berinteraksi dalam pelaksanaan hukum-hukum itu. Menurut idealisme, sikap, tingkah laku, dan ekspresi perasaan juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk. Orang yang berpakaian serba formal seperti pada upacara atau peristiwa lain yang membutuhkan suasana tenang haruslah bersikap formal dan teratur. Untuk itu, ekspresi perasaan yang mencerminkan adanya serba kesungguhan dan kesenangan terhadap pakaian resmi yang dikenakan dapat menunjukan keindahan pakaian dan suasana kesungguhan tersebut.

b.      Teori nilai menurut realisme
Menurut realisme sumber semua pengetahuan manusia terletak pada keteraturan hidupnya. Realisme memandang bahwa baik dan buruknya keadaan manusia tergantung pada keturunan dan lingkungannya. Perbuatan seseorang adalah hasil perpaduan antara pembawa-penbawa fisiologi dan pengaruh-pengaruh lingkungannya. George Santayana memadukan pandangan idealisme dan realism dalam suatu sintesa dengan menyatakan bahwa “nilai” itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian, dan pengalaman seseorang turut menentukan adanya kualitas tertentu. Walaupun idealisme menjunjung tinggi asa otoriter atau nilai-nilai, namun tetap mengkui bahwa pribadi secara aktif menentukan nilai-nilai itu atas dirinya sendiri.

3.       Pandangan Aksiologi Perenialisme
Tokoh utama aliran ini diantaranya Aristoteles (394 SM) St. Thomas Aquinas. Perenialisme memandang bahwa keadaan sekarang adalah sebagai zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran. Behubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk mengamankan lapangan moral, intelektual dan lingkungan social dan cultural yang lain. Sedangkan menyangkut nilai aliran yang memandangnya berdasarkan asas-asas ‘supernatural’, yakni menerima universal yang abadi. Dengan asas seperti itu, tidak hanya ontologi dan epistomologi yang didasarka pada pada teologi dan supernatural, tetapi juga aksiologi. Tingkah laku manusia dipengaruhi oleh potensi kebaikan dan keburukan yang ada pada dirinya. Masalah ini merupakan hal yang utama dalam perenialisme, karena ia berdasarkan pada asa supernatural yaitu menerima universal yang abadi, khusunya tingkah laku manusia. Jadi hakikatnya manusia terletak pada jiwanya. Oleh karena itulah hakikat manusia itu juga menentukan hakikat perbuatan-perbuatannya.

4.       Pandangan Aksiologi Rekonslruksionisme
Aliran ini adalah aliran yang berusaha merombak kebudayaan modern. Sejalan dengan pandangan perenialisme yang memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran. Aliran rekonslruksionisme dalam memecahkan masalah, mengembalikan kebudayaan yang serasi dalam kehidupan manusia yang memrlukan kerja sama.

Komentar